Minggu, 02 Februari 2014

Travel-mate


Cinta itu sederhana.
Sesederhana mentari yang bersinar cerah, 
angin yang berembus pelan menerpa wajah, 
bahkan sesederhana kita yang selalu meminta lebih.
Alam semesta yang memberi hidup pun rasanya belum cukup.
Ingin menaklukkan dunia.

Bahwa cinta itu ada dimana saja dalam bentuk apa saja.
Ketika ombak dilautan pecah menerpa karang, itu cinta.
Awan biru berselaput menghias langit, itu juga cinta.
Mentari terik yang menyengat kulit kita, itu cinta.
Debu-debu berterbangan tertiup angin, itu cinta.
Lautan biru yang menghampar di depan mata, itu cinta.
Semua itu adalah buah cintaNya untuk kita. 
Dan Dia, pencipta alam semesta, sedang dalam mood yang teramat bagus ketika menciptakan berbagai wujud cinta itu, dimanapun.
Layaknya sebuah mahakarya.

Termasuk siang itu, di atas dek kapal, aku lupa nama kapalnya, yang membawaku, membawamu, membawa kita, kembali ke daratan pulau sebesi selepas mendaki gunung anak Krakatau dan snorkeling di kawasan Lagoon Cabe. Saat itu tepatnya hari terakhir dari serangkaian acara Krakatau writing camp yang aku ikuti, bersamamu.

Kapal masih melaju dengan tenang. Ombak sedang bersahabat. Angin berembus seiring laju kapal. Sejauh mata memandang hanya ada lautan dan langit biru yang membentang luas. Dan aku suka memandang ambang batas antara langit dan laut. Gradasi warnanya memukau, perpaduan warna yang serasi dan indah. Tak bisa dilukiskan kata. Tak pernah jenuh untuk dipandang. Menenangkan.

Sesekali kulihat ada ikan terbang yang menyembulkan badannya ke permukaan air. Memecah ombak hingga menimbulkan suara air berkecipak. Mengalihkan perhatian dari kesibukan masing-masing orang yang ada di atas dek kapal. Lebih tepatnya para pejalan yang memilih meluangkan waktunya untuk tidak tidur. Maklum, sebagian dari kami memilih masuk kapal dan tidur. Perjalanan memang cukup jauh dan keadaan ombak yang tak menentu sangat memungkinkan kami untuk mabok laut. Aku pun sempat merasa mabok laut. Ingin muntah tapi sekuat tenaga kutahan. Jadi jangan dikira kondisi badanku luar biasa fit saat itu. Aku yang menguatkan diri setidaknya sampai aku kembali ke rumah. Rugi kalau sampai kelewatan satu momen di perjalananku kali ini gara-gara sakit.

Kusandarkan punggung dan kepalaku pada sebuah tiang di atas dek kapal. Diujungnya, merah putih berkibar merdeka. Matahari terik menyengat. Tak diragukan lagi, 2 hari melaut seperti ini, kulitku gosong. Bertambah gelap. Saking panasnya, sampai-sampai baju panjang biru dan celana training favoritku yang basah  karena dipakai untuk snorkeling pun kering di sepanjang jalan.

Kuedarkan pandangan mataku ke sekeliling dek kapal. Sekedar mengusir rasa bosan yang mulai hinggap. 15 menit pertama, aku menikmati suasana misterius di atas sini. Aku selalu suka perjalanan di atas kapal, mengarungi laut seperti ini. Tapi 30 menit berikutnya, aku mulai kewalahan hendak berbuat apa. Aku mencari posisi ternyamanku dan tak berhasil. Memotret sekeliling pun bukan ide yang baik, mengingat kameraku eror karena kemasukan air laut. Satu dua rekan seperjalanan masih berkutat dengan kesibukannya. Ada yang membaca buku, ada yang hanya diam sepertiku. Menikmati nuansa di atas dek.

Dan aku melihatmu tak jauh dariku. Terlihat kelelahan. Aku memerhatikanmu dan tak rela melihatmu tertidur sepanjang perjalanan, di perjalanan kita. Aku pun berniat membangunkanmu, mencari teman ngobrol dan membuat kenangan.
Kucolek lenganmu, yang terbakar sinar matahari, dan sedetik kemudian, kamupun membuka slayer biru Baduy yang menutupi wajahmu. Kamu terbangun dan tentu saja langsung melihat ke arahku tanpa basa basi. Kaget, terkejut, merasa istirahat siangnya terusik.
Melihatku yang sedang menatapmu, seketika kamu bangkit dari posisi tidur yang hanya diganjal di bagian kepala dengan tas ransel hitam eigermu, segera menekuk lutut, dan duduk bersila menghadap kearahku.

Dari posisiku yang masih bersandar di tiang bendera di atas dek kapal, aku bisa melihat dengan jelas raut senang di wajahmu. Senang karena bisa melakukan perjalanan ini bersamaku. Mengukir kenangan baru.
Mungkin mentari terlalu bersemangat memancarkan sinarnya siang ini. Rasanya panas bukan main. Terik, menyengat di kulit. Aku mesti memicingkan mata untuk memandangmu. Rasanya silau.
Bisa dipastikan, seluruh peserta menggunakan sun block karena takut kulitnya terbakar.

“kamu gak tidur?” katanya memulai.
“enggak. Gak bisa tidur” jawabku.

Dan kita terlibat obrolan ‘aneh’ seperti biasa. Obrolan yang menurutku absurd.
Aku lupa apa yang kita bicarakan saat itu, yang jelas ada kalimatmu yang terekam di memoriku hingga saat ini,

“Aku pengin punya banyak cerita sama kamu.”

Aku lupa cara kamu nyampein ke aku, lupa susunan kata nya gimana, tapi intinya sih begitu. Dan aku tersenyum, tanpa bisa berkata-kata. Baru sekali ini ada orang yang menyatakan ingin menghabiskan waktunya dan mengukir banyak cerita bersamaku. Kamu yang pertama.

Sesaat hening diantara kita, hanya terdengar berisik bunyi kapal dan suara ombak. Aku menatapmu, mencoba mencari kesungguhan di raut wajahmu yang terlihat serius. Diam- diam aku merasakan sesuatu dan segera memalingkan muka, memandang langit dan laut biru.

Cinta itu sungguh ada dimana saja, dalam bentuk apa saja. Dan ketika itu aku merasakan cinta. Cinta dari seorang partner seperjalanan. Seorang travel mate. Sederhana saja, meski tak kasat mata namun dapat dirasakan.

Dan disinilah kami, menghabiskan waktu berdua diatas dek kapal yang membawa kami menuju daratan pulau sebesi. Di siang yang sungguh terik.


0 komentar:

Posting Komentar

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
For a pessimist, i am pretty optimistic! Penikmat senja yang fanatik film kartun plus gila novel-novel fantasi

Blogger templates

Blogger news

Blogroll